Sabtu, 17 Maret 2012

SevenSpecial Buku Satu, The Warriors (1)

The Warriors


                                                Posko
11 February ,13.10

            Panas yang menyengat. Siang hari, sekitar pukul satu, Arya dan Endra sedang duduk di posko yang terletak di tengah hamparan sawah. Tempat tersebut adalah milik pamannya Endra yang keturunan Jawa, Pak Sumadi, biasa dipanggil dengan Paklek. Paklek sendiri memiliki warung bakso dan somay, yang juga merupakan rumahnya, di pinggir jalan di dekat sawahnya. Jaraknya sekitar lima puluh meter dari posko. Posko tersebut sendiri dibangun di bawah sebuah pohon besar yang rindang. Cabang-cabang pohon yang menjulur lebar dan daun-daunnya yang tumbuh lebat, membuatnya bagaikan oase di tengah sawah yang panas, sehingga posko tersebut terasa sangat teduh dan nyaman pada siang hari. Seperti sesiangan itu, Arya dan Endra sedang mengobrol sambil minum es teh yang mereka beli di warung Paklek.
“ Well, nikmatilah kawan. Jarang-jarang kau bisa melihat hamparan sawah seindah ini kan? Tiga tahun lagi mungkin kau tidak akan bisa melihat yang seperti ini.” kata Arya sambil memandang ke hamparan sawah yang sedang menguning.
“Maksudmu, tiga tahun lagi sawah ini akan berubah jadi hamparan beton, begitu?”tanya Endra seolah bisa membaca pikiran temannya itu.
“Dengan kemajuan pembangunan seperti ini aku takut begitu. Aku harap sawah pamanmu ini tidak ikut kena gusur nantinya. Btw,” Arya memutar duduknya,”apa kau tidak punya pekerjaan untukku? Bosan juga mengganggur menunggu wisuda.”
“Well, aku tidak punya. Tapi coba kau tanya pada Prima, mungkin dia punya. Tuh, orangnya sedang menuju kemari.” kata Endra sambil menunjuk ke arah seseorang yang sedang berjalan di pematang.
            Terlihat memang Prima sedang berjalan menuju ke posko. Perawakannya sedang tapi kuat, dengan badan yang mulai kelihatan lebih gemuk dari biasanya. Rambutnya yang agak panjang terlihat berantakan ditiup angin. Dia berjalan dengan cukup cepat. Begitu sampai, dia langsung membuka bajunya karena kepanasan.
“Wah, panas sekali hari ini!” katanya sambil meniup-niup dadanya.
Endra dan Arya saling berpandangan sekilas dan tersenyum. Kemudian Arya menyodorkan es tehnya pada Prima.
“Silakan diminum pak, kalau anda tidak keberatan. Dilihat dari wajah anda yang kepanasan itu, anda pasti membawa berita gembira.”
Prima tampak terkejut dengan kesimpulan Arya.
“Ar tahu darimana?’ tanyanya dengan heran, sementara Arya hanya tersenyum. ‘Sudahlah. Prim memang bawa berita bagus. Prim mau jelasin sebuah bisnis yang menjanjikan pada kalian. Nanti sore akan ada presentasi bisnisnya. Gimana?” kata Prima dengan menggebu-gebu.
“Bisnis apa?” tanya Endra.
“Pokoknya kalian ikut saja nanti sore. Nanti sekitar jam 6 Prima jemput lagi disini.”
Arya memasang wajah yang pasrah dengan lucu,
“Berita anda memang bagus, tapi selalu tidak pernah jelas,” katanya, “Baiklah nanti sore kita bertemu lagi. Sekarang aku mau menemui Master Sagu di Klub Sosiopat. Ada yang mau ikut?”
Endra mengangkat telunjuknya, sementara Prima menggelengkan kepala.
“Prima diam disini aja. Prim ntar mau jemput Supra kuliah, jam dua. Lagipula, cuaca sangat PANAS”
Arya tertawa kecil, “Mohon maaf karena anda baru datang tapi harus kami tinggal.”
Prima menjatuhkan tubuhnya ke tikar kotak-kotak yang menjadi alas dari posko. Dia melipat bajunya dan menaruhnya di bawah kepala.
“Tidak apa-apa’ jawabnya, ‘Prima mau tidur sebentar. Kalian pergi saja.”
“Oke,” kata Arya sambil beranjak pergi,”nanti kita bertemu lagi disini. Tolong bayarkan minumannya ya? Sampai jumpa pak! Lets go my good fellow.”

**

Klub Sosiopat
11 February ,13.53

            “Menurutmu bisnis seperti apa yang akan ditawarkan oleh Prima?” tanya Arya saat dia memarkirkan motor di depan klub sosiopat.
“Aku tidak tahu. Kita lihat saja nanti” sahut Endra.
Bersama-sama mereka memasuki klub yang disamping pintu masuknya ada gambar besar Albert Einstein itu. Klub Sosiopat didirikan oleh Arya dan teman kuliahnya, Sagu. Arya dan teman-temannya yang lain menyebutnya Master Sagu, karena dia punya kemampuan menciptakan penemuan-penemuan hebat. Seperti ‘Q’ dalam film James Bond atau ya, seperti Einstein sendiri.
Klub itu diciptakan untuk kepentingan orang-orang yang ingin menikmati koran dan majalah-majalah baru, atau sekedar minum teh, tapi malas untuk berinteraksi dengan orang lain. Disini mereka bisa menyendiri dan melakukan aktivitas tanpa diganggu. Arya dan Endra menemui Sagu di ruang belakang, tempat dia biasa melakukan risetnya. Ruangan tersebut penuh dengan poster Einstein dan tentu saja penemuan. Sagu, pria kurus dengan kepala agak besar, menyambut mereka dengan gembira.
“Wah, kalian datang pada saat yang tepat. Lihat! Ini penemuan terbaruku, pemecah gelombang radio. Alat ini dapat mengacaukan sinyal radio atau alat komunikasi seperti handphone. Kutunjukkan cara kerjanya. Coba kau telepon Endra dari hp-mu.”
Arya melakukan apa yang diminta oleh sagu. Begitu Endra menerima dari hp-nya, sagu menekan tombol yang ada di alat tersebut. Baik Arya maupun Endra segera menjauhkan handphone dari dari telinga mereka. Terdengar suara denging keras dari hp mereka begitu sagu menekan alat tersebut.
“Nah,’ kata Sagu puas,’begitulah cara kerjanya. Alat ini dapat mengacaukan sinyal suara apapun yang ada dalam radius 1 km. Bentuknya yang mirip handphone membuatnya tidak terlihat mencurigakan. Mungkin alat ini akan berguna.”
            Terdengar keributan dari jalan di depan klub. Mereka bertiga segera keluar untuk melihat apa yang sedang terjadi. Ada kerusuhan antar Geng.
“Geng Warrior rusuh dengan Geng Kmers? Aneh, bukankah mereka selama ini beraliansi?”kata Endra heran.
Don’t know. Wow!apa itu?!”teriak Arya.
Salah satu anggota Geng Warrior mengeluarkan semacam basoka, tapi dengan ukuran lebih kecil. Kemudian dia menembakkannya dan keluarlah suara ‘whuuss’ yang keras dan beberapa anggota Kmers terlempar. Senjata yang menarik!
“Itu meriam udara atau air cannon. Ilmuan Warrior yang menciptakan senjata itu. Powerfull!”Sagu menjelaskan.
Indeed! Well, sudahlah ayo kita masuk. Lebih baik kita tidak usah ikut campur. Mari kita minum teh saja”kata Endra.
Kemudian mereka masuk kembali kedalam.

 
Posko
11 February, 17.42

            Arya sudah duduk di posko menunggu Prima. Di bagian barat sawah, tampak matahari sudah mulai terbenam, yang membuat sungai yang mengalir di sisi sawah tersebut terlihat bagaikan selarik pita keemasan. Tidak perlu menunggu lama, orang yang ditunggu akhirnya datang. Prima memang termasuk orang yang tepat waktu.
“Well Prima, jadi persentasi? Btw, Endra tidak bisa ikut, karena dia ada acara keluarga mendadak.”
“Acara keluarga kok mendadak” kata Prima sambil tersenyum”ayo kita berangkat sekarang”lanjutnya.
**

Rumah berpagar biru
11 February, 18.03

            Hanya butuh waktu 15 menit untuk sampai di tempat tujuan. Sebuah rumah berpagar biru yang kata Prima adalah rumah rekan bisnisnya. Mereka disambut dengan ramah oleh tuan rumah. Seorang wanita cantik dengan rambut lurus sebahu. Matanya sipit seperti orang cina, dengan pancaran yang luar biasa, ditambah dengan kulit yang putih langsat. Dia bagaikan penampakan yang aneh dengan Prima disampingnya. Prima mengenalkan Arya dengannya, namanya Rani. Kemudian Rani mempersilakan tamunya masuk ke ruang duduk. Arya menarik lengan baju Prima dan berbisik “beautiful! Prim, saya join dengan bisnis anda.”
Prima memandangnya dengan heran,”Tapi Ar, persentasi bisnisnya kan belum dimulai?”
Arya hanya tersenyum saja.
            Di ruang duduk sudah menunggu seorang pria berjas dengan dasi yang agak norak. Dia adalah salah satu leader bisnis Prima yang akan membawakan persentasi. Setelah berkenalan dan basa-basi sebentar, persentasi dimulai. Segala macam perhitungan keuntungan bisnis itu tidak menarik perhatian Arya. Pikiran dan pandangannya lebih terkonsentrasi ke arah lain. .kearah sesuatu yang bersinar di depannya.
            Saat persentasi selesai, sang presenter bertanya pada Arya,
“Ada yang ditanyakan Arya?”
“Tidak ada” jawab Arya tenang.
“Bagaimana pendapat anda tentang bisnis ini?”tanya presenter lagi.
“Bagus! Besok saya join. Saya sudah tidak sabar jalankan bisnis ini”jawab Arya dengan penuh semangat. Baik presenter maupun Prima memandang Arya dengan terheran-heran. Sedangkan Rani  hanya  tersenyum geli melihat tingkah laku Arya.
**

            Selama minggu itu, Arya dan Prima (dan tentu saja Rani) sibuk menjalankan bisnis ‘itu’. Teman-teman mereka banyak yang join, tapi belum sempat menjalankan bisnis karena ada kesibukan. Hubungan Arya dan Rani juga ‘berkembang’ dengan pesat. Prima sampai heran melihat bagaimana Arya belakangan sering menjemput Rani di kampusnya,salah satu kampus terkemuka di kota Denpasar, yang kebetulan juga tempat kuliah Supra, pacar Prima. Di kampus yang lebih dikenal dengan nama kampus Marjoram – karena memiliki daerah khusus untuk tanaman Marjoram- itu, mereka sering makan siang bersama dan melewatkan valentine berdua dengan kedok ‘bisnis’. Hubungan itu sepertinya akan berjalan baik dan tidak ada masalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar